Indo Tekno Podcast

Modernizing Trucking in Indo: Tiger Fang of Kargo

August 17, 2020 Alan Hellawell Season 1 Episode 12
Indo Tekno Podcast
Modernizing Trucking in Indo: Tiger Fang of Kargo
Show Notes Transcript Chapter Markers

Trucking in Indonesia is clearly ripe for disintermediation: annual logistics spend represents a massive 26% of GDP. The sector moreover is profoundly fragmented: 75% of trucking companies have 20 trucks or less, and a massive amount of the USD38b in annual trucking spend disappears into a labyrinth of middlemen. Tiger Fang, Co-founder & CEO at Kargo Technologies, joins us this week to discuss in greater detail this massive opportunity, and the attendant challenges that come with it.

Having started his career in investment banking, Tiger early on developed an appreciation of the awesome power of "leverage" (financial leverage, technological leverage) in driving profound change into operationally intense industries such as logistics and e-commerce. 

Tiger is a veteran of massive platform launches into new markets. He for instance built out Uber in Western China. At one point, provincial capital Chengdu was in fact Uber's busiest urban market globally. He also helped launch Rocket and Lazada operations into Thailand and Vietnam.

Founded less than two years ago, Kargo has already deployed its "marketplace model", which aggregates supply and demand between Transporters and Shippers, initially across the dominant markets of Sumatra, Java and Bali (80% of Indo GDP) and beyond. Tiger believes Kargo to have one of the most robust R&D teams on the Indonesian tech scene, an achievement with which he credits co-founder and CTO Yodi Aditya. The two leaders view preserving a robust culture as critical to ensuring healthy growth going forward.

While truckers are unlikely to become first adopters of cutting edge technology, Tiger has been pleased with uptake of Kargo's platform in Indonesia, and attributes it primarily to its effectiveness in reducing a trucker's down time, improving earnings power and, most importantly, easing working capital challenges for a sector that usually gets paid only 1-3 months after the delivery of goods.

While COVID-19 has led to significant disruptions to the Indonesian trucking sector, Kargo's use of big data has been critical in creating greater market efficiency and liquidity on the platform. Tiger is particularly excited about the steady stream of "financing-as-a-service" offerings that Kargo plans to unveil over the coming months.

Please enjoy this week's twelfth episode of Indo Tekno!

(English language transcript follows)

ALAN 0:09
Selamat datang semuanya di Indo Tekno episode ke-12. Selamat datang semuanya. Nama saya Alan Hellawell, pendiri dari firma penasihat startup Gizmo Advisors dan Venture Partner di Alpha JWC Venture. Untuk pendengar Indonesia, Anda dapat membaca transkrip Bahasa Indonesia kami. Saya sangat tidak sabar untuk menemui tamu minggu ini, yang akhirnya dapat saya temui hari ini. Tiger Fang adalah pendiri dan CEO dari Kargo Technologies (Kargo dengan “K”), Kargo berada di persimpangan antara sharing economy dan logistics vertical. Hal ini adalah dua kategori yang telah memberikan beberapa perubahan, paling tidak dalam hidup saya, dari kemampuan untuk mendapatkan tumpangan dari smartphone, hingga menikmati customer experience yang meningkat tajam seiring dengan konsumsi saya yang bergerak lebih cepat dari offline ke online. Terima kasih telah bergabung dengan kami dari Jakarta hari ini, Tiger. Tiger, sekilas terlihat bahwa "Fang Clan" cukup nomaden selama beberapa generasi. Anda sendiri dibesarkan di Hawaii, ya?

TIGER FANG 1:08
Ya, itu benar. Betul sekali. Dan kebanyakan orang salah mengucapkan nama saya. Anda adalah orang pertama yang mengucapkannya dengan benar. Ini "fahng" bukan "fang" dari bahasa Cina. Itu mengagumkan.

ALAN 1:18
Saya tahu dari istri saya, yang kebetulan juga memiliki marga Fang. Dapatkah Anda berbagi mengenai kisah yang membawa keluarga Anda ke Hawaii? Dan apa yang membawa Anda kembali dari sana ke Asia untuk menjalin karir di sini?

TIGER FANG 1:31
Ya, jadi "Mama Fang" adalah “Ibu Harimau” sejati. Dia adalah salah satu generasi pertama yang kuliah di universitas setelah Revolusi Kebudayaan China. Saya lahir di China dan pindah ke Hawaii, ke Amerika Serikat, ketika saya masih sangat, sangat kecil. Dan ibu saya adalah salah satu orang dari generasi pertama yang juga belajar di luar negeri (Amerika Serikat). Jadi dia benar-benar orang pertama yang memulai dan memetakan jalan untuk keluarga kami. Saya dibesarkan di Hawaii sebagai orang Amerika Tionghoa yang sangat normal. Saya kuliah di sana, dan memulai karir saya di bidang keuangan tepat pada tahun 2008, dimana tahun tersebut adalah waktu terbaik untuk masuk ke bidang keuangan (ini adalah sarkasme). Dan ketika saya berada di bidang keuangan, saya pikir semuanya akan tergantikan oleh komputer. Separuh dari tim kami di-PHK, dan separuh lainnya berhenti. Pada saat itu, saya masih belum bisa membayangkannya, tetapi pada dasarnya inilah yang kami lakukan dengan pengiriman kargo di Indonesia (digitalisasi pengiriman kargo).

ALAN 2:27
Nah, Tiger, dari resume Anda memang terlihat bahwa Anda ini seperti seorang penjelajah yang giat di era modern, dapat dilihat dari pekerjaan Anda yang baru saja Anda sebutkan mulai dari meluncurkan Uber di Indonesia hingga China bagian barat, dan pekerjaan serupa untuk Rocket Internet dan Lazada di Thailand dan Vietnam. Jadi, saya rasa Anda bisa mengatakan bahwa Anda tampaknya adalah seseorang yang tidak takut untuk turun langsung ke lapangan. Apa inovasi pada pengembangan pasar yang menarik perhatian Anda?

TIGER FANG 2:51
Setelah menghabiskan waktu yang lama dan terasa seperti satu dekade-atau-lebih di bidang keuangan, saya benar-benar berpikir bahwa startup adalah tempat yang saya inginkan. Saya ingin kembali ke “Akar Asia” saya. Dan sebuah kesempatan datang untuk meluncurkan Lazada di Asia Tenggara, tepatnya di Thailand. Itulah yang membawa saya kembali ke Asia. Saya pindah ke Uber di China setelah itu. Saya pikir itu adalah nasihat karir terbaik yang pernah saya dapatkan; bahwa bekerja di bidang keuangan adalah sebuah penunjang karir dan saya juga jadi tahu bagaimana cara menggunakannya. Modal adalah salah satu bentuk penunjang, penunjang keuangan, atau hutang. Teknologi, menurut saya, juga merupakan bentuk lain dari penunjang, cara menggunakan teknologi untuk membuat operasi menjadi lebih baik, untuk menskalakan bisnis lebih cepat. Jadi saya selalu berpikir untuk bekerja di industri yang berkembang pesat, di perusahaan hyper-scaling, di wilayah dunia yang mengalami peningkatan dan pertumbuhan ekonomi yang dramatis; masing-masing faktor ini memberikan pengaruh satu sama lain. Jadi yang benar-benar saya ingin lakukan adalah bekerja di berbagai belahan dunia untuk sebuah perusahaan berbasis internet, yang mudah-mudahan menjadi perusahaan berbasis internet yang berkembang pesat. Dan itulah yang saya temukan di Lazada. Peran awal saya untuk Lazada adalah menjadi kepala tim business intelligence karena saya telah memulai karir saya di bidang keuangan. Jadi mereka pikir saya akan cukup ahli di Excel atau semacamnya. Dan ketika saya dipekerjakan untuk melakukan tugas tersebut, ketika saya akhirnya tiba di Thailand, Lazada baru saja didirikan dan mereka memiliki masalah logistik yang sangat besar. Jadi datang ke sini, dengan startup yang bergerak cepat ini, tiga bulan pertama saya di Thailand, saya diminta untuk membantu membangun gudang pertama Lazada di pinggiran Bangkok. Kami harus membangun gudang pertama, kami harus memikirkan logistik. Kami melakukan beberapa pesanan dalam sehari pada saat itu, dan sudah merusak segalanya. Kami benar-benar membebani mitra 3PL (logistik pihak ketiga) kami. Saya membangun stasiun cross-docking pertama kami di Thailand. Dan kami berpikir untuk menyewa truk kami sendiri karena truk yang kami dapatkan terlalu mahal atau tidak sesuai dengan skala pertumbuhan. Itulah interaksi nyata pertama saya dengan logistik di wilayah ini. Dan peran tersebut tumbuh dari sana. Saya akhirnya mengurus bisnis komersial untuk Lazada Thailand dan Vietnam. Dan pada akhirnya, saya tidak pernah harus mengelola tim BI itu. Dan saya pikir saya benar-benar jatuh cinta dengan membangun sesuatu dari awal, mulai dari nol, ketika apapun bisa terjadi dan semuanya menjadi kacau. Dan Anda hanya perlu memikirkan semuanya menggunakan spreadsheet dan menggunakan alat yang telah tersedia untuk Anda. Dan itulah yang saya lakukan di Uber. Uber baru saja membuat mega-round. Mereka ingin berkembang di Asia, dan saya membantu mendirikan Uber pertama di beberapa negara yang berbeda; di Thailand, Vietnam dan Indonesia. Saat melakukan hal tersebut, yang Anda pikirkan: Apa struktur hukumnya? Apa model bisnisnya? Siapakah kompetitor, baik online maupun offline? Apa masalah pelanggan yang benar-benar dapat Anda selesaikan? Saya pikir itu benar-benar tertanam dalam DNA saya. Dan saya pikir itulah yang sangat membantu saya untuk memulai Kargo.

ALAN 5:58
Saya yakin Anda bisa menulis buku tentang pengalaman lima tahun lebih yang Anda habiskan di Uber. Dan saya menyadari bahwa Anda adalah orang yang membangun dan menjalankan China bagian barat. Saya ingat beberapa tahun lalu pernah membaca bahwa Chengdu pada satu titik merupakan pasar yang lebih besar untuk Uber daripada New York. Jelas, banyak hal telah berubah, bukan?

TIGER FANG 6:17
Ya, itu masa yang sangat menarik. Saya pikir kami pernah menjadi kota terbesar dalam hal volume, dan tentu saja kota dengan pertumbuhan tercepat di Uber pada saat itu. Dan sekarang, hal ini sangatlah berbeda. Ingat, saat China dan Amerika masih berteman dan mereka ingin berinvestasi satu sama lain? Saya membaca berita bahwa AS harus menutup kedutaan mereka di Chengdu dan itu membuat saya sangat, sangat sedih. Agar China bangkit, apakah itu berarti AS harus jatuh? Saya pada dasarnya tidak setuju dengan gagasan bahwa dunia adalah permainan zero sum. Saya pikir sebagai seorang pengusaha, sebagai seorang pembangun, Anda selalu harus berpikir tentang menumbuhkan pie, menciptakan pasar baru yang sebelumnya tidak ada. Dan saya pikir pemimpin kita tidak memiliki mentalitas itu. Dan itu sangat menyedihkan, karena saya pikir berinvestasi di Chengdu, dan Uber Chengdu tumbuh menjadi sebesar itu, adalah karena hubungan simbiosis. Itu adalah kesediaan perusahaan seperti Uber untuk berinvestasi di China. Itu adalah kemauan para pengusaha China dan orang-orang China yang sangat percaya pada misi Uber yang bekerja untuk Uber China. Dan sayangnya, saya tidak berpikir itu akan terjadi dalam waktu dekat.

ALAN 7:37
Saya menyadari bahwa kami menghadapi risiko karena memulai diskusi geopolitik ini, dan satu-satunya hal yang dengan rendah hati akan saya minta untuk melakukannya adalah untuk memberikan suara pada bulan November.

TIGER FANG 7:47
Benar. Saya sudah meminta cuti untuk memberikan suara.

ALAN 7:50
Luar biasa. Baiklah. Jadi kembali ke bisnis di sini, peluang logistik di Indonesia pada awalnya terlihat sangat menarik, dengan pengeluaran negara yang tidak kurang dari 26% dari PDB untuk logistik. Tetapi pada saat yang sama, mudah untuk membayangkan sebuah perusahaan logistik runtuh karena beban untuk melayani 17.500 pulau. Bagaimana realita dari proses menawarkan solusi logistik generasi selanjutnya di tahun 2020, Tiger?

TIGER FANG 8:19
Ya, saya sangat sering mendapatkan pertanyaan tersebut. Mengapa membangun startup truk pengiriman barang di negara kepulauan? Dan saya pikir, 17.000 pulau, 26% dari PDB, itulah yang membuatnya menarik. Namun jika Anda menggali lebih dalam, Indonesia memiliki salah satu pasar logistik terbesar, seperti yang Anda katakan. Ini sekitar $200 miliar setahun, $50 miliar dalam logistik saja. Dan jika Anda benar-benar melihat secara geografis, tiga pulau: Sumatera, Jawa dan Bali, adalah penyumbang kira-kira 80% dari output ekonomi atau PDB Indonesia, dan menurut saya sekitar 60% hingga 70% dari populasi. Ketiga pulau ini dihubungkan dengan kapal feri setiap jam yang dapat membawa ratusan truk dalam setiap jenis perjalanan. Saya pikir pemerintahan Jokowi telah menghabiskan, dan bersedia menghabiskan, ratusan miliar dolar untuk pembangunan infrastruktur jalan raya Sumatera, jalan raya Jawa, dll. Jadi mereka saling berhubungan. Jadi bagi kami, setidaknya di awal, ini benar-benar tentang merebut daratan ini. Dan itu hanya satu geografi yang sangat besar bagi kami. Kami melihat peluang tersebut karena ada keterputusan besar antara pendapatan bulanan rata-rata truk dan ukuran pasar dalam hal pengeluaran perusahaan untuk logistik. Ketika kami memulai Kargo, kami mewawancarai banyak pengemudi truk dan perusahaan angkutan truk, dan penghasilan rata-rata mereka tidak jauh lebih tinggi daripada penghasilan para pengemudi Uber. Dan ada keterputusan yang begitu besar. Kami pikir dengan platform seperti Kargo, kami akan membuat seluruh sistem tersebut menjadi jauh lebih transparan. Jadi tidak akan ada semua lapisan perantara ini. Kami dapat menghubungkan langsung pengirim, yang kami sebut sebagai pemilik kargo, dengan perusahaan truk dan pengemudi truk. Dan jika kita dapat menyingkirkan banyak perantara, hal itu dengan sendirinya akan menciptakan banyak nilai. Dan tentunya, jika Anda menambahkan komponen teknologi untuk mengoptimalkan kapasitas pengangkut, perencanaan rute, memastikan bahwa truk tidak berjalan kosong dan mendapatkan muatan balik, ada efisiensi yang lebih besar lagi yang dapat kami hasilkan dari sistem. Saya pikir itulah tujuan kami.

ALAN 10:26
Sekarang, Tiger, kami melihat kantong-kantong besar investasi di Indonesia yang berfokus pada upaya memodernisasi ekonomi tradisional, baik itu membawa warung tradisional ke abad ke-21, atau sebagai contoh lain, mencoba mendorong pembelajaran jarak jauh ke pelosok nusantara yang lebih terpencil. Kendala yang umum ditemui adalah kurangnya literasi digital atau kemampuan untuk menggunakan atau bahkan memahami solusi baru ini. Apakah pengemudi truk di Indonesia cukup tercerahkan, atau mereka enggan mengambil resiko dan lambat dalam melakukan inovasi?

TIGER FANG 10:59
Saya pikir bagi kami, digitalisasi rantai pasokan, dan pengemudi truk yang datang ke platform seperti kami, menggunakan teknologi yang ada, bukanlah pertanyaan apakah itu akan terjadi di sini, tetapi pertanyaannya adalah kapan. Saya pikir ada banyak investasi yang kita lakukan di awal untuk mendidik, melatih dan memperoleh pasar. Saya pikir itu sangat penting. Dan saya pikir seseorang harus melakukannya. Saya akan ajukan pertanyaan: Siapa sangka semua tukang ojek yang dulu berdiri di pinggir jalan kini sudah melekat pada smartphone dalam waktu lima tahun? Jadi saya pikir hal tersebut akan terjadi. Dan menurut saya, semua orang di Indonesia akan menggunakan dompet digital, dan pedagang akan menggunakan kode QR. Jadi, cara terbaik bagi kita untuk membayangkan seperti apa masa depan pengiriman kargo adalah dengan kita melakukan pekerjaan lapangan dan kerja keras dalam mendidik pasar, karena kita benar-benar menciptakan seperti apa masa depan pengiriman kargo di sini.

ALAN 12:01
Jenis efisiensi apa yang dapat Kargo dorong dengan solusinya saat ini? Apakah ada fakta dan angka yang dapat Anda bagikan?

TIGER FANG 12:07
Saya pikir kami sangat terobsesi dengan tiga metrik, yang bagi kami, melukiskan gambaran tentang seberapa efektif solusi platform kami dan bagaimana adopsi digital pada partisipan pasar kami meningkat. Nomor satu adalah penghasilan rata-rata. Ketika seorang pengemudi truk masuk ke platform kami, tentu saja, datanya masih sangat baru dan bervariasi karena ada kelompok berbeda yang baru saja datang ke platform kami versus orang yang menetap di platform kami sejak awal. Kami melihat dengan skenario yang sangat optimal bahwa pengemudi truk menghasilkan keuntungan hingga 50% lebih banyak dengan bergabung bersama Kargo dibandingkan tidak bergabung bersama Kargo. Kami melihat bahwa persentase downtime (ini adalah waktu kosong yang kami lacak di antara pengiriman) telah turun dalam jumlah yang besar. Kami melihat bahwa terkadang truk yang awalnya datang ke platform kami memiliki downtime sekitar 50% dari total waktu. Sekarang mereka berada di 25 sampai 30 persen saja. Waktu dispatch (waktu yang dibutuhkan sopir truk untuk menawar suatu pekerjaan atau menerima pekerjaan untuk memuat truk), biasanya memakan waktu berjam-jam setiap harinya. Dan sekarang menjadi instan. Dan terakhir, syarat pembayaran: siklus arus kas transporter tertentu: yang biasanya berbulan-bulan ketika seorang pengemudi truk melakukan pekerjaan untuk klien besar seperti perusahaan. Mereka biasanya memiliki ToP (Terms of Payments atau durasi pembayaran) dalam kurun waktu yang cukup lama (pencairan dana terhadap transporter dan pengemudi bisa memakan waktu bulanan). Di Kargo, Anda dibayar secara instan setelah Anda menyelesaikan pekerjaan. Semua itu berarti kami mendapatkan total arus kas ke pengemudi truk, dan itu telah naik menjadi sekitar 50% lebih cepat dari ToP client.

ALAN 13:42
Tiger, hampir semua startup yang saya berikan konsultasi menganggap bahwa membangun tim pengembangan adalah bagian tersulit dalam menumbuhkan proposisi nilai perusahaan mereka. Secara historis, kesalahan berada di unicorn yang biasanya rakus untuk membangun tenaga kerja mereka. Dalam kasus Kargo, apakah keseluruhan tim R&D Anda ada di Indonesia, dan bagaimana tren pasar tenaga kerja selama beberapa bulan terakhir?

TIGER FANG 14:07
Kami memiliki sekitar lebih dari 100 pegawai tetap di tim, dan sekitar sepertiga dari mereka berada di bidang teknologi dan produk. Kami telah mempekerjakan banyak orang dari India, Amerika Serikat, dan terdapat banyak “sea turtles,“ orang Indonesia yang belajar di luar negeri dan kembali ke Indonesia. Saya pikir salah satu alasan mengapa kami berhasil menarik talenta ini adalah karena kami memiliki salah satu pendiri teknis. Co-founder dan CTO saya, Yodi, berasal dari Indonesia. Saya pikir dia memiliki visi untuk benar-benar membangun tim teknologi modern yang sukses. Kami mempekerjakan banyak orang, satu atau dua tahun setelah lulus kuliah dan kemudian kami melatih mereka. Ini adalah pelatihan kelas atas yang sangat intensif dalam hal pengembangan pribadi dan profesionalitas yang kami miliki di tim teknologi kami. Kami melakukan itu karena kami selalu mengira Kargo akan menjadi perusahaan global. Dan kami akan membangunnya mulai dari Indonesia untuk seluruh dunia. Sebelumnya, Anda menyebutkan bahwa logistik Indonesia adalah salah satu yang paling kompleks di dunia. Anda tidak hanya harus mampu memecahkan masalah dengan angkutan truk dan jalan raya; kita harus mendapatkan kontainer dan angkutan laut. Perusahaan e-commerce menggunakan angkutan udara. Yang kami coba digitalkan adalah seluruh rantai pasokan. Kami memikirkan apa yang dikatakan oleh JayZ, "jika Anda bisa berhasil disini, Anda bisa melakukannya di mana saja”. Itu berarti jika kami meningkatkan skala solusi di Indonesia, dan mengatasi sebagian besar tantangan serta membangun produk dan solusi kami, kami benar-benar berpikir bahwa ini adalah produk yang dapat ditransfer ke negara Asia manapun yang sedang berkembang, dan Anda menyandingkannya dengan fakta bahwa pelanggan kami, pelanggan inti kami, bersifat global. Sekarang, kami mengirim truk untuk orang-orang seperti Unilever, P&G, Coca Cola, dan mereka beroperasi di setiap negara. Dan kami berpikir bahwa kami dapat menerapkan solusi ini di semua tempat di mana mereka beroperasi. Dan terakhir, sebagian besar tim operasi adalah rekan saya dari Uber di Asia. Dan kami memiliki pengalaman membangun pasar dua sisi untuk melakukan banyak akuisisi offline-ke-online. Semua ini sangat menantang di Indonesia, dan banyak hal yang kami jalankan benar-benar menjadi masukan yang bagus untuk kami sendiri. Dan kita dapat mengambilnya dan mengeksekusinya di mana saja di dunia.

ALAN 16:30
Apa yang sebenarnya terjadi pada target industri Anda selama pandemi COVID-19?

TIGER FANG 16:35
Ya, ini perjalanan yang sangat tidak stabil bagi kami. Kami menargetkan industri B2B. Sebagian besar pelanggan kami saat ini, basis pelanggan inti kami, adalah barang kemasan konsumen, produsen, dan merek FMCG. Kami juga membantu impor dan ekspor truk kontainer. Jadi, pada awal pandemi, kita melihat bahwa konsumen bebas adalah hal yang baik, bukan? Jika Anda menyukai sebuah restoran dan mengeluarkan pengeluaran yang tidak perlu: mereka mendapat pukulan besar. Dan kami harus benar-benar menghindari itu dan membawa semua truk yang kami gunakan untuk melayani merek ini dan mencoba menemukan industri yang masih bertahan di masa ini. Jadi ini seperti e-commerce, toko bahan makanan, mengirimkan persediaan makanan. Impor dan ekspor mulai mendapat pukulan besar. Beberapa pelanggan kami mengimpor suku cadang otomatis. Penjualan mobil di Indonesia mungkin meningkat 5% dari tahun lalu. Jadi kami melihat banyak perpindahan di pasar untuk permintaan angkutan truk. Saya pikir satu hal yang tetap konsisten adalah kebutuhan pokok konsumen, seperti minyak dan air. Mereka awalnya melejit karena orang-orang melakukan panic-buying dan lama kelamaan grafiknya mendatar. Tetapi bahkan jika orang-orang tinggal di rumah, bahkan ketika ada PSBB (Pembatasan Sosial Skala Besar), orang-orang masih memiliki permintaan tetap untuk hal-hal ini. Jadi mereka sangat stabil. Dan secara keseluruhan saya pikir ada sejumlah besar kapasitas ekstra di pasar. Kami melihat banyak pengemudi truk yang kehilangan bisnisnya atau pelanggannya tidak membayar. Jadi mereka benar-benar berjuang untuk membayar tagihan mereka. Dan kami melihat bahwa ada banyak kelebihan kapasitas dalam hal pasar truk pengiriman barang bahkan hingga hari ini. Dan itu benar-benar telah membuat harga turun, yang menurut saya bagus untuk pelanggan. Tapi jelas buruk bagi orang yang mengemudikan truk, yaitu pengangkut. Dan kami melihat bahwa pengangkut ini benar-benar mencoba mencari cara untuk memastikan bahwa mereka tidak menganggur. Jadi kami melihat lebih banyak unduhan pada aplikasi kami, kami melihat lebih banyak keterlibatan di sisi pengemudi. Dan saya pikir secara umum seperti itulah kita saat ini.

ALAN 18:43
Tiger, apa insentif paling kuat yang telah Anda terapkan untuk mengonversi pengirim atau pengangkut? Apakah Anda pernah mengambil risiko inventaris atau menawarkan subsidi atau cashback dalam bentuk apa pun?

TIGER FANG 18:55
Saya ingin sekali mengatakan "ya" di sini. Saya pikir pada awalnya ketika kami berpikir untuk menerapkan beberapa prinsip dan taktik yang kami terapkan di Uber, untuk membantu membangun pasar truk pengiriman barang, kami bisa memberikan sedikit insentif untuk pengemudi kemudian memberikan sedikit sedikit insentif cashback untuk pelanggan. Dan... boom, boom, boom: kita akan memiliki pasar yang likuid. Sayangnya hal tersebut tidak berhasil di industri B2B. Saya pikir insentif paling kuat yang kita miliki saat ini sebenarnya dalam bentuk pembayaran yang lebih cepat. Kami memberikan lebih banyak likuiditas kepada pengemudi truk kami. Dan insentif tersebut merupakan solusi bagi masalah berikut, biasanya dalam industri angkutan truk, pelanggan membayar 30, 60 atau 90 hari setelah pengiriman barang. Dan masalah paling umum yang kami dengar dari pengemudi truk kami adalah bahwa bahkan setelah mereka mengirimkan barang, dan barang telah dikonsumsi, mereka masih belum dibayar. Jadi saya pikir ini adalah sesuatu yang benar-benar harus kami perhatikan dan pada awal berdirinya perusahaan kami, kami memutuskan untuk segera membayar. Kami bisa saja berkata, "Hai, pengemudi truk, pekerjaan apa pun yang Anda lakukan, Anda akan menerima persyaratan pembayaran klien kami", tetapi kami secara sadar membuat keputusan untuk segera membayar pengemudi truk kami. Dan menurut saya secara efektif, biaya untuk membiayai modal tersebut jauh lebih sedikit daripada keuntungan yang saya dapatkan dari seorang pengemudi truk yang datang ke platform kami menggunakan teknologi saya dan data yang kami kumpulkan dari seluruh transaksi itu dan visibilitas yang ada di jaringan. Jadi itulah pendorong pertumbuhan terbesar bagi kami menurut saya.

ALAN 20:27
Kedengarannya seperti insentif yang sangat kuat untuk diadopsi. Tiger, apakah model bisnis untuk industri sebagian besar berbasis komisi dan apakah pengirim dan pengangkut umumnya membayar komisi?

TIGER FANG 20:39
Betul sekali. Saya pikir broker di industri yang telah kita lihat bisa menghasilkan hingga sekitar 20% pada dasarnya dalam match-making. Mereka mengambil pekerjaan dari pengirim, mereka menemukan transporter yang dapat melakukan pekerjaan itu dan mereka mengambil potongan. Jadi saya pikir itulah inti dari platform kami sekarang ini.

ALAN 20:56
Bisakah Anda berbagi dengan kami visi Anda seputar layanan keuangan? Siapa yang akhirnya disintermediasi oleh Kargo dengan solusi baru ini?

TIGER FANG 21:04
Ya, saya pikir semua produk yang kami tawarkan ke pasar benar-benar berasal dari tantangan yang kami hadapi, dan yang dihadapi oleh pengangkut dan pengemudi truk kami. Untuk beberapa konteks, 75% pengangkut di Indonesia, yang telah kami lihat dari berbagai laporan dan dari analisis kami sendiri, memiliki kurang dari 20 truk. Ini adalah ruang yang sangat, sangat terfragmentasi. Ini adalah pengangkut inti kami di sisi pasokan pasar. Dan mereka menghadapi banyak masalah terkait arus kas mereka. Jadi, ketika mereka melakukan pekerjaan untuk seseorang yang, katakanlah, membayar dalam 90 hari; yang harus mereka lakukan adalah memiliki cukup uang sehingga mereka dapat menghitung selisihnya. Jadi mereka harus punya uang tunai karena semua supir yang mereka pekerjakan membutuhkan uang tunai. Mereka jalan, mereka harus membayar bensin (uang tunai), makanan, semua biaya operasional itu tunai. Jadi, Anda harus memiliki cukup uang yang memungkinkan Anda untuk membiayai pengeluaran Anda, dan saat Anda menunggu pekerjaan Anda dibayar. Jika Anda tidak bisa, Anda harus pergi ke komunitas lokal atau pemberi pinjaman yang di luar sana yang bersedia memberikan beberapa jenis arus kas untuk faktur ini. Dan biasanya biayanya mencapai 1% per hari, tetapi biasanya antara 30 hingga 50% APR. Dan itu dapat melumpuhkan industri yang memiliki margin sangat rendah, dan sangat intensif secara operasional. Dan dari situlah kami memulai: dari platform kami sendiri. Jika Anda berada di Kargo dan mengambil pekerjaan dari Kargo, Anda langsung dibayar, jadi Anda tidak perlu berurusan dengan hal tersebut. Dan pertanyaan berikutnya bagi kami untuk bertanya kepada pengangkut kami adalah, "Hei, mengapa Anda tidak menambahkan lebih banyak truk untuk melayani kargo?" Dan biasanya jawabannya adalah, "Begini, kami terikat. Kami tidak memiliki arus kas untuk dapat melayani kargo dan truk kami juga melayani yang lain”. Jadi kami melihat itu sebagai peluang: mengapa kami tidak menawarkan pembiayaan sebagai layanan untuk membantu membawa beberapa kapasitas tambahan pengangkut ini ke pasar kami? Dan saya pikir di situlah semuanya dimulai. Dan kami baru melihat bahwa ini adalah peluang besar bagi kami untuk bermitra dengan pemberi pinjaman alternatif, dan juga bank yang ingin masuk ke bidang ini. Kami menggunakan data platform kami untuk menginformasikan penjaminan emisi, harga dan pencairan modal kerja untuk pengangkut. Jadi, dengan mendapatkan modal kerja dapat membantu para pengemudi truk ini meningkatkan P&L mereka secara keseluruhan, karena mereka memiliki biaya pinjaman yang lebih rendah. Ini meningkatkan arus kas mereka, karena mereka langsung mendapatkan uang tunai, dan memungkinkan mereka untuk melayani permintaan kita dengan biaya yang lebih murah. Dan mereka bahkan dapat pergi dan membeli dan menyewa truk tambahan untuk membangun pembukuan bisnis mereka untuk dihubungkan kembali ke platform Kargo. Mereka memutar flywheel. Jadi menurut saya itu adalah manfaat tambahan yang sangat kuat yang dapat ditawarkan platform kami. Dan kami benar-benar hanya menggaruk permukaan di sana.

ALAN 23:41
Ya, sepertinya ada peta yang menarik di depan Anda. Dan pada topik itu, apa fokus perkembangan Anda saat ini?

TIGER FANG 23:49
Fokus tunggal terbesar kami adalah bagaimana menciptakan efisiensi pasar dan likuiditas di platform. Jadi kita kembali ke dasar-dasar menyeimbangkan penawaran dan permintaan. Menurut saya, membangun pasar dua sisi sangatlah sulit. Anda harus memastikan bahwa permintaan apa pun yang Anda terima dilayani oleh jenis truk yang tepat. Dan ini tidak seperti ride-hailing atau pengiriman makanan, di mana Anda menekan tombol, dan mobil apa pun yang datang dan menjemput Anda, tidak peduli model apa warnanya, Anda bisa masuk selama itu membawa Anda dari titik A ke titik B. Anda tidak terlalu peduli dengan tipe orang yang akan pergi mengambil makanan dengan sepeda motor atau mobil selama makanan sampai kepada Anda. Tapi untuk angkutan truk dan logistik itu sangat, sangat berbeda. Saya pikir, ada 26 permutasi berbeda dari kepala dan ekor truk, mulai dari truk berpendingin hingga truk kontainer besar hingga truk bak datar. Dan setiap industri yang dilayani truk ini memiliki persyaratan dan tenggat waktu yang berbeda. Jadi misalnya, beberapa pengirim kami mungkin meminta Anda untuk mengambil dari gudang ini, Anda harus memiliki topi keras, Anda harus memiliki rompi dan Anda harus memiliki sepatu baja. Jadi kita harus pergi dan menyesuaikan penawaran dan permintaan di tempat yang tepat dengan jenis truk yang tepat dengan harga yang tepat. Jadi membangun likuiditas sangat, sangat berbeda dari pengalaman kami sebelumnya, dan itu adalah sesuatu yang harus kami pelajari dengan membuat banyak kesalahan. Jika kita ingin menangani segmen tertentu atau rute tertentu atau jenis truk tertentu, berikut pedoman bagi kita untuk memastikan bahwa kita memiliki keseimbangan di pasar kita. Jika kita kelebihan pasokan, kita harus pergi dan menemukan lebih banyak permintaan. Jika permintaan kami sangat kuat, ini adalah pedoman bagi kami untuk menambah kapasitas truk tambahan dan melayani permintaan ini. Jadi menurut saya itulah bagian terpenting dari bisnis inti kita. Dan saya pikir COVID baru saja membuat dislokasi besar dalam hal penawaran dan permintaan. Dan kami benar-benar mencoba untuk memahami: bagaimana kami menyelesaikannya?

ALAN 25:36
Menarik. Jadi, banyak variabel yang harus dipecahkan. Tiger, apakah mungkin untuk memperkirakan berapa persen barang yang diangkut dengan truk terkait dengan e-commerce dan apa dampak penetrasi e-commerce yang berkembang dalam logistik terhadap industri kita?

TIGER FANG 25:51
Saya tidak tahu seperti apa total pasarnya. Tentunya dari platform kami, kami melihat bahwa e-commerce adalah area yang paling cepat berkembang, terutama sekarang ini. Ini adalah porsi yang sangat kecil dari total bisnis kami, tetapi tentunya memiliki banyak kaki. Dan tentu saja, kami berinvestasi untuk memastikan bahwa kami mengembangkan hubungan dengan pemain e-commerce yang berbeda serta 3PL. Saya pikir sebagian besar paket yang dikirimkan hari ini untuk pengguna e-commerce dilakukan dengan angkutan jalan raya. Orang-orang dengan bisnis lintas negara dan pulau, maka menggunakan angkutan udara. Saya benar-benar tidak melihat ada angkutan laut, setidaknya di dalam negeri di Indonesia, juga kereta api. Saya pikir itu adalah bagian yang sangat, sangat kecil dari total e-commerce. Tapi kami fokus pada mid-mile. Jadi kami melakukan gudang-ke-konsolidasi, dan biasanya dari kota ke kota. Dan itu, sekali lagi, hanya sebagian kecil dari bisnis kami. Dan kami harus benar-benar bekerja dengan 3PL yang ada untuk memastikan bahwa waktu dan pasokan kami sesuai dengan permintaan. Menurut saya, e-comerce memiliki tenggat waktu dalam proses pengiriman yang jauh lebih ketat daripada angkutan truk FMCG B2B biasa. Untuk beberapa pelanggan B2B kami, selama truk tiba di tujuan tertentu, memberi-atau-menerima satu hari, tidak apa-apa. Tapi menurut saya ke mana arah e-commerce, Anda harus memastikan bahwa truk Anda tiba tepat pada waktunya. Dan ada waktu dan jadwal yang sangat spesifik bagi Anda untuk memuat dan menurunkan muatan hanya untuk memastikan mereka mencapai tenggat waktu mereka sehingga mereka dapat memastikan bahwa mereka beroperasi dalam parameter pengiriman 24 jam atau pengiriman 48 jam. Jadi, ketika jaringan kami masih dalam tahap awal, akan sangat sulit bagi kami untuk mencapai tonggak sejarah semacam itu. Tapi saya yakin saat kami membangunnya, kami akan mampu melakukannya.

ALAN 27:35
Menarik. Seperti apakah definisi Nirvana bagi Kargo selama tiga tahun ke depan, Tiger? Dunia apa yang akan Anda ciptakan untuk pengirim dan pengangkut, misalnya, pada pertengahan 2023?

TIGER FANG 27:49
Saya pikir sangat sulit untuk membuat timeline mengenai seperti apa dunia ini nantinya. Contoh dari saya adalah, jika Anda bertanya kepada saya tahun lalu apa yang ingin saya lakukan di tahun 2020, saya akan berkata, "Hei lihat, saya ingin mengumpulkan uang sebanyak yang saya bisa, dan saya ingin benar-benar bersantai pada Ramadhan dan Lebaran, yang merupakan periode perayaan, dan benar-benar fokus pada akuisisi dan menangkap pangsa pasar. Nah, Ramadhan ini, kami melihat bahwa semuanya pada dasarnya turun, dan ada banyak ketidakpastian di pasar, dan seluruh dunia akan segera berakhir. Saya pikir ada dua hal yang sangat ingin saya fokuskan hanya untuk memastikan bahwa kami adalah yang terbaik di Indonesia, tentu saja di sektor kami. Yang pertama adalah kami merekrut orang yang tepat dan mengembangkan tim yang benar-benar selaras dengan visi dan budaya kami. Kami memiliki enam nilai budaya dan kami benar-benar ingin memastikan bahwa tim yang kami rekrut selaras dengan nilai-nilai budaya Kargo. Rekan pendiri saya dan saya masih mewawancarai setiap orang yang kami pekerjakan. Anda mungkin memiliki kemampuan atau kapasitas intelektual untuk mencapai standar kami, tetapi jika kami tidak selaras secara budaya, itu akan menjadi sebuah ”Tidak”. Dan yang kedua adalah: bagaimana kita memecahkan masalah pelanggan kita yang bersifat permanen? Dalam 100 tahun dari sekarang, bahkan tidak sampai tiga tahun, menurut saya truk masih akan digunakan di Indonesia. Mungkin otonom, mungkin apa saja, tetapi pengirim, dan pelanggan yang kita hadapi, akan selalu memiliki permintaan yang sama untuk kita, bagaimana cara kita mengurangi biaya? Dan bagaimana kita bisa lebih bisa diandalkan? Bagaimana kita bisa lebih transparan? Dan bagaimana kami memberikan lebih banyak data kepada mereka untuk meningkatkan bisnis mereka sendiri? Dan selama peta jalan produk kita, pencapaian kita, keunggulan operasional kita benar-benar terfokus untuk memberikan hasil tersebut untuk pelanggan kita, dan memberikan hasil terbaik untuk pelanggan kita lebih dari siapa pun, saya pikir saya akan sangat puas. Dan kedua: 100 tahun dari sekarang, pengemudi truk di platform kami akan selalu bertanya bagaimana cara mendapatkan lebih banyak pekerjaan? Bagaimana cara mendapatkan lebih banyak penghasilan? Bagaimana cara membuat aset saya lebih dimanfaatkan, bagaimana cara mendapatkan lebih banyak pekerjaan dan mengurangi jarak tempuh? Dan bagaimana saya dibayar lebih cepat sehingga saya dapat berinvestasi kembali ke bisnis saya? Dan saya pikir hari ini, kami mengerjakan beberapa di antaranya dengan memberi mereka pekerjaan yang tepat dan pekerjaan yang relevan pada waktu yang tepat, sesuai dengan preferensi mereka. Kami juga membayar lebih cepat. Tapi bagaimana kita melakukannya dalam skala besar? Dan bagaimana kami melakukannya di setiap industri yang membutuhkan truk? Dan jika kita melakukannya dengan baik, saya pasti berpikir kita akan baik-baik saja. Saya pikir dalam industri ini, perubahan tidak terjadi dalam semalam. Jadi, sejauh Uber dan Gojek, dan Grab berjalan, semua hal ini benar-benar berkembang dalam lima tahun terakhir. Saya pikir di B2B, ini akan memakan waktu lebih lama. Dan perubahan terjadi jauh lebih lambat. Tapi sekali lagi, saya pikir ini tidak bisa dihindari. Dan digitalisasi seluruh industri ini hanyalah masalah kapan, dan kami pikir Kargo adalah perusahaan yang benar-benar membuat perubahan itu.

ALAN 30:23
Ini telah menjadi diskusi yang sangat menarik, Tiger, dan sekali lagi, pantas untuk ditunggu. Saya telah belajar banyak sekali tentang apa yang jelas merupakan bisnis yang mengasyikkan. Ini merupakan akhir dari Indo Tekno episode ke-12, terima kasih banyak telah bergabung dengan kami hari ini, Tiger.

TIGER FANG 30:38
Terima kasih karena telah mengundang saya.

ALAN 30:39
Podcast diterjemahkan dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia oleh Alpha JWC Ventures. Terima kasih telah mendengarkan. Sampai jumpa lagi.



============================

ENGLISH LANGUAGE TRANSCRIPT

ALAN 0:09
Welcome everyone to our 12th episode of Indo Tekno. Selamat datang semuanya. I'm Alan Hellawell, Founder startup advisory firm Gizmo Advisors and Venture Partner at Alpha JWC Ventures for our Indonesian listeners, pendengar Indonesia dapat membaca transkrip Bahasa Indonesia kami. I've been waiting to secure this week's guest for some time, and my patience has finally paid off. Tiger Fang is the Founder and CEO of Kargo Technologies (that's Kargo with a "K"), Kargo sits at the intersection of the sharing economy and the logistics vertical. These are two categories that have delivered some of the most material change in at least my life, from being able to summon a ride from my smartphone, to enjoying ever improving customer experience as my consumption moves ever faster from offline to online. Thanks for joining us from Jakarta today, Tiger. Tiger it looks at first blush that the "Fang Clan" has been quite nomadic over the generations. You yourself grew up in Hawaii, yes?

TIGER FANG 1:08
Yeah, that's right. That's right. And most people pronounce my name wrong. You're the first person to ever pronounce it correctly. It's "fahng" not "fang" from Chinese. So that's awesome.

ALAN 1:18
Well, it helps to have a spouse, my wife, who is also surnamed Fang. Can you share with us the story which brought your family to Hawaii? And what in turn led you back from there all the way back out to Asia to forge a career here?

TIGER FANG 1:31
Yeah, so "Mama Fang" was a true tiger mom. She was one of the first generations of folks to go to university after China's Cultural Revolution. I was born in China and moved to Hawaii, to the United States, when I was very, very little. And my mom was part of the first generation of folks to also study abroad in the US. So she really started and charted a path for our family. I grew up in Hawaii as a very normal Chinese American. I went to college there, and started my career in finance right in 2008, the best time ever to get into finance (I'm being very sarcastic.) And when I was on the trading floor, I thought everything was going to be replaced by computers. Half of our team got laid off, and the other half quit. And I didn't know back then, and I couldn't make the connection back then, but this is essentially what we're doing with freight in Indonesia, and I'll make that connection in a bit.

ALAN 2:27
Well, Tiger, your resume indeed reads like that of a modern day explorer and settler. What with your work that you just mentioned in launching Uber in markets ranging from Indonesia to western China, and similar foundational work for Rocket Internet and Lazada in Thailand and Vietnam. So, I guess you could say you least seem to be someone who is not afraid to get his hands dirty. What about new market development appeals to you?

TIGER FANG 2:51
After spending about what I consider a decade-or-so in finance, I really thought startups is where I wanted to be. I wanted to get back to my Asian roots. And an opportunity came up to launch Lazada in Southeast Asia in Thailand. And that's what brought me back to Asia. And I went to Uber in China after that. I think it was the best career advice I've ever gotten; that working in finance is leverage and what it is and how to use it. Capital is a form of leverage, financial leverage, or debt. Technology, I would say, is also another form of leverage. How to use technology to make operations better, to scale faster. So I always thought working in a fast growing industry, in a hyper scaling company, in an area of the world that's experiencing dramatic economic improvement and growth; each of these factors gives leverage to the other. And so what I really wanted to do is work in developing parts of the world for an internet company, hopefully a fast scaling internet company. And that's what I found in Lazada. My original role for Lazada was to head the business intelligence team because I had started my career in finance and working on a trading desk. So they thought I would be pretty good at Excel or something. And when I was hired to do that, when I finally got to Thailand, Lazada was just starting out and they had a huge clog in logistics. So coming here, with this fast moving startup, my first three months in Thailand, I was asked to help build Lazada's first warehouse on the outskirts of Bangkok. We had to build the first warehouse, we had to think about logistics. We were doing a couple of orders a day at that point, and already it was breaking down everything. We were completely overwhelming our 3PL (third party logistics) partners. I built our first cross-docking station in Thailand. And we thought about renting our own trucks because the trucks that we were getting were either too expensive or it was already not keeping up with the scale of growth. That was my first real interaction with logistics in this region. And the role just grew from there. I ended up looking after the commercial business for Lazada Thailand and Vietnam. And at the end of all of this, I never had to manage that BI team. And I think I just really fell in love with building things from scratch, starting from zero, when anything can happen and everything is sort of crazy. And you just have to figure everything out using spreadsheets and using the tools available to you. And that's exactly what I did at Uber. Uber had just raised a mega-round. They were looking to expand in Asia, and I help set up the first Uber in a couple of different countries; in Thailand, Vietnam and Indonesia. And going into a country you're thinking about: what is the legal structure? What is the business model? Who are the competitors, both online and offline? What are the pain-points of the customer that you can really solve? I think that was really ingrained into my DNA. And I think that's what really helped me to start Kargo.

ALAN 5:58
I bet you could indeed write a book about the more than five years you spent it Uber alone. And I realized that you were the guy who got Western China up and running. I remember reading a few years ago that Chengdu was in fact, at one point, a larger market for Uber than even New York City. Clearly things have changed, haven't they?

TIGER FANG 6:17
Yeah, those were really interesting times. I think we were at one point, the biggest city in terms of volume, and we're certainly the fastest growing city in Uber at the time. And it's a whole different world now. Remember, that time when China and America were still friends and they wanted to invest in each other? I read the news that the US had to close their embassy in Chengdu and that just made me really, really sad. Because it was very symbolic of what, unfortunately, the US China relation has come to, and it's just a really sad state of the world for me I think. In order for China to rise does it really mean the US has to decline? I fundamentally disagree with the notion that the world is a zero sum game. I think as an entrepreneur, as a builder, you always have to think about growing the pie, creating a new market where it doesn't exist. And I just think our leaders just don't have that mentality. And that's just really sad, because I think investing in Chengdu, and Uber Chengdu growing to the size that it did, was because of a symbiotic relationship. It was a willingness of a company like Uber to invest in China. It was the willingness of Chinese entrepreneurs and Chinese people who are passionate about believing in the mission of Uber coming to work for Uber China. And unfortunately, I don't think that's going to happen anytime soon.

ALAN 7:37
I realized we run the risk of embarking on a very animated geopolitical discussion, and the only thing I will humbly request that you do Tiger is get out and vote in November.

TIGER FANG 7:47
Absolutely. I requested my absentee ballot already.

ALAN 7:50
Excellent. All right. Well, we'll fix this you and me. So going back to business here, the logistics opportunity in Indo at first blush looks undeniably attractive, with the country spending no less than 26% of GDP on logistics. But at the same time, it's easy to envision a logistics company collapsing under the weight of ultimately servicing 17,500 islands. What is the reality of offering a next generation logistics solution in 2020, Tiger?

TIGER FANG 8:19
Yeah, I get asked that a lot. Why build a trucking startup in an island nation? And I think the headline 17,000 islands, 25% of GDP, is what stokes interest. But if you dig a little deeper, Indonesia has one of the biggest markets for logistics, as you said. It's about $200 billion a year, $50 billion in roll logistics alone. And if you really look at the geography, three islands: Sumatra, Java and Bali, are really what counts for approximately 80% of Indonesia's economic output or GDP, and I think something like 60% to 70% of the population. And these three islands are connected by hourly ferries that can take hundreds of trucks on every single sort of trip. And I think that the Jokowi administration has spent, and is willing to spend, hundreds of billions of dollars in infrastructure building the Sumatra highway, the Java highway, etc. So they're very interconnected. So to us, at least in the very beginning, it's really about capturing these landmasses. And it's just one really big geography to us. We saw the opportunity because there was a huge disconnect between a truck's average monthly earnings and the size of the market in terms of what companies were spending on logistics. And when we went and started Kargo, we interviewed a lot of truck drivers and a lot of trucking companies, and the average earnings was not much higher than what Uber drivers were making. And there was just such a big disconnect. We think that with a platform like Kargo, we will make that entire ecosystem a lot more transparent. So there's not going to be all these layers of middlemen. We can connect directly the shipper, what we call the cargo owners, with the trucking companies and the truck drivers. And if we're able to remove a lot of the middlemen, that in itself creates a lot of value. And then obviously, if you add the technology component of optimizing carrier capacity, route planning, making sure that trucks are not running empty on their backhauls, there's even more efficiency that we can squeeze out of the system. I think that's ultimately our aim.

ALAN 10:26
Now, Tiger, we see big pockets of venture investment in Indonesia focused on trying to modernize a lot of the traditional parts of the economy, whether it's bringing traditional Warung into the 21st century, or as another example, trying to drive distance learning into the more remote parts of the Indonesian archipelago. And a common obstacle is a lack of digital literacy or ability to use or even understand these new solutions. Are Indonesia's truckers quite enlightened, or are they very risk averse and slow to embrace innovation?

TIGER FANG 10:59
I think for us, the digitalization of supply chain, and truckers coming onto a platform like ours, using the technology that's at hand, is not a question of if it will happen here, but a question of when. And I think there's a lot of investments that we put upfront to educate and train and acquire the marketplace, so to speak. And I think that's absolutely critical. And I think someone has to do it. I will ask the question: Who would have thought all of the "ojek" drivers that used to stand on the side of the road would now all come attached to a smartphone inside of five years? So I think this will happen. And I think it's a pretty safe bet that everyone in Indonesia will be using digital wallets, and merchants will be using QR codes. So the best way for us to imagine what the future of freight will look like is for us to do the dirty, and oftentimes hard, work of educating the market, because we are really creating what the future of freight will look like here.

ALAN 12:01
What kind of efficiencies can Kargo drive with its current solution? Are there any facts and figures you can share?

TIGER FANG 12:07
I think there's three metrics that we are insanely obsessed about, which for us, paints a picture of how effective our platform solution is and how digital adoption is increasing with our marketplace participants. So number one is average earnings. When a trucker comes onto our platform, obviously, the data is still very new and it ranges because there are different cohorts that just come to our platform versus folks that stay on our platform from the beginning. We see in a very optimal scenario that truckers are earning up to 50% more being on Kargo versus than not being on Kargo. We see that the downtime (this is the time that we're tracking between jobs) has come down by big percentage points. We see that sometimes the trucks that initially come to our platform are down for maybe 50% of the time. Now they're at 25 to 30. Dispatch time (the time that it takes for a trucker to bid on a job or accept the job for that truck to be loaded), used to take hours, and multiple hours in a day. And now it's instant. And lastly, payment terms: the cash flow cycle of a specific transporter: that used to be months when a trucker does a job for an enterprise level client. They have huge amounts of ToP (that's terms of payment). On Kargo, you get paid pretty much instantly after you have completed and finished the job. And so all of that is to say we get total cash flow to truckers, and that has gone up to about 50%.

ALAN 13:42
Tiger, I would say that nearly all of the startups I consult for find building development teams the trickiest part of growing their value propositions. The blame has historically been laid at the feet of the unicorns who have a voracious appetite for building out their workforces. For instance, in the case of Kargo, is the entirety of your R&D team in Indonesia, and how has the labor market trended over the past several months?

TIGER FANG 14:07
We're about just over 100 FTE's on the team, and about a third of them being on technology and product. And we've hired a bunch of folks from India, and from the US, a lot of "sea turtles", Indonesians that have gone to study abroad in the US and have come back. And I think one of the reasons why we have such success attracting this type of talent is because we have a technical co-founder. My co-founder and CTO, Yodi, is from Indonesia. I think he has a vision of really being able to build a very successful modern technology team based here. We hire a lot of folks one or two years out of college and we train them up. It's a really intensive training and upscale in terms of professional and personal development that we have in our tech team. And we do that because we always thought Kargo is going to be a global company. And we're going to build it from Indonesia for the rest of world. You mentioned Indonesian logistics is one of the most complex in the world. You've got to not only be able to solve problems with trucking and road freight; we've got to get containers and sea freight. E-commerce companies use air freight. So it's the whole supply chain that we are trying to digitize. And we think along the lines of what JayZ says, "if you can make it here, you can make it anywhere." And that is if we scale a solution in Indonesia, and overcome most of these challenges and build our product and solution for scale, we really think that is a transferable product anywhere in emerging Asia, and you couple that with the fact that our customers, our core customers, are global in nature. We do trucking today for folks like Unilever, P&G, Coca Cola, and they have operations in every country. And we think that we can scale these solutions really in any sort of place where they have operations. And lastly, most of the operations team were colleagues of mine from Uber in Asia. And we have experience building two-sided marketplaces to do a lot of offline-to-online acquisition. All of these are extremely challenging here in Indonesia, and a lot of the playbooks and a lot of the things that we run are really kept in great review, in a depository for ourselves. And we can take those and execute them really anywhere in the world.

ALAN 16:30
What exactly has happened to your target industry throughout the COVID 19 pandemic?

TIGER FANG 16:35
Yeah, it's been a really volatile ride for us. We target the B2B industry. Most of our customers today, our core customer base, are consumer packaged goods, FMCG producers, manufacturers and brands. We also help with import and export going into container trucks. So, at the beginning of the pandemic, we saw that consumer discretionary customers, these are things that are good to have, right? You love a restaurant and you have discretionary spending: they took a big hit. And we had to really pivot away from that and bring all of the trucks that we use to serve these brands and try to find industries that were still alive during this time. So this is like e-commerce, grocery, delivering food supplies. Import and export started off taking a huge hit. Some of our customers import auto parts. Auto sales and Indonesia is maybe at 5% of where it was a year ago. And so we saw a lot of displacement in the market for the demand of trucking. I think one thing that has stayed pretty consistent is consumer staples. So this is like heating oil and water. They initially skyrocketed because people were panic buying and it levelled off. But even if people are staying at home, even when there's PSPB (large-scale social restrictions) on, people still have regular demand for these things. And so they are very stable. And overall I think there's just a massive amount of extra capacity in the market. We see that a lot of truckers have lost their business or their customers are not paying. And so they're really struggling to pay their bills. And we see that there's just a lot of overcapacity in terms of the trucking market even today. And that's really been driving prices down, which I think is good for customers. But it's obviously bad for the guys that are driving the trucks, that are transporters. And we're seeing that these transporters are really trying to find ways to make sure that their capacity is not just laying idle. And so we see a lot more downloads, we see a lot more engagement on the supply side. And I think that's generally where we're at today.

ALAN 18:43
Tiger, what are the most powerful incentives you have applied to convert a target shipper or transporter? Do you ever take on inventory risk or offer subsidies or cashback of any sort?

TIGER FANG 18:55
I would have loved to say "yes" here. I think in the beginning when we thought about applying some of the principles and tactics that we employed at Uber, to help build up the marketplace for trucking, we could just give a little bit of driver incentives and press a button and then give a little bit of cashback incentives in terms of customers. And...boom, boom, boom: we'll have a liquid marketplace. That unfortunately doesn't work in the B2B industry. I think the most powerful incentive today that we have is actually in the form of faster payments. We bring more liquidity to our truckers. And the problem that solves is that, usually in the trucking industry, customers pay 30, 60 or 90 days after the delivery of goods. And so the most common pain point that we've heard from our truckers is that even after they've delivered the goods, and the goods have been consumed, they still haven't gotten paid. And so I think this is something that we are really taking to heart and in the beginning of our company, we decided we're going to pay right away. We could have said, "Hey, truckers, whatever job you do, you're going to take on the payment terms of our clients", but we made a conscious decision to pay our truckers right away. And I think effectively the cost for me to finance that working capital is a lot less than the benefit that I get from a trucker coming on board to our platform using my technology and the data that we collect from that entire transaction and the visibility in the network. So that's been the biggest driver of growth I think for us.

ALAN 20:27
That sounds definitely like a very powerful incentive for adoption. Tiger, is the business model for the industry largely commission-based and do both shipper and transporter generally pay a commission?

TIGER FANG 20:39
That's right. I think the brokers in the industry that we've seen can earn up to about 20% in basically matchmaking. They take on a job from a shipper, they find a transporter that can do the job and they take a cut. So I think that's really the core of our platform today.

ALAN 20:56
Can you share with us your vision around financial services? Whom does Kargo end up disintermediating with these new solutions?

TIGER FANG 21:04
Yeah, I think all the products that we offer to the market really stem from the challenges that we face, and that our transporters and truckers face. For some context, 75% of transporters in Indonesia ,that we have seen various reports and from our own analysis, have fewer than 20 trucks. It is a very, very fragmented space. These are our core transporters on the supply side of a marketplace. And they face a lot of problems when it comes to their cash flow. So, when they do a job for someone that, let's say, pays in 90 days; what they have to do is have enough cash so they can float the difference. And so they have to have cash because all of the drivers they employ need cash. They go on the road, they need to pay for gas (that's cash), food, all of those operational expenses on cash. So, you have to have enough money that allows you to float your expenses, and while you're waiting for your job to get paid. If you can't, you have to go to your local community or very shady lenders out there that are willing to give some type of cash flow for these invoices. And they usually cost as high as 1% a day, but usually between 30 to 50% APR. And that's just very crippling for an industry that has very low margins, and is very operationally intensive. And so that's where we start: from our own platform. If you're on Kargo and you take a job from Kargo, you get paid right away, so you don't have to deal with that. And the natural next thing for us to ask our transporters is, "Hey, why don't you add more trucks to service cargo?" And usually the answer is, "Look, we're tied up. We don't have the cash flow to be able to serve cargo and our trucks are servicing others." So we saw that as an opportunity: why don't we offer financing-as-a-service to help bring some of these transporters additional capacity into our marketplace? And I think that's where it started. And we just saw that this is a great opportunity for us to partner with alternative lenders, and ultimately banks that want to get into this space. We're using our platform's data to inform the underwriting, the pricing and the disbursement of working capital for these transporters. And so working to really be able to access working capital helps these truckers to improve their overall P&L, because they have a lower cost of borrowing. It improves their cash flow, because they're getting cash right away, and allows them to service our demand at a cheaper cost. And they can even then go and procure and lease additional trucks to build their book of business to plug back into our Kargo platform. They're spinning the flywheel. So I think that's a really powerful, additional benefit our platform can offer. And we're really just scratching the surface there.

ALAN 23:41
Yeah, definitely sounds like there's an exciting roadmap ahead of you. And on that topic, what is your top developmental focus right now?

TIGER FANG 23:49
Our single biggest focus is how to create market efficiency and liquidity on the platform. So we're getting back to basics of balancing supply and demand. I think building a two-sided marketplace is extremely difficult. You have to make sure that whatever demand you get is serviced by the right type of trucks. And this isn't like ride-hailing or food delivery, where you push a button, and any car that comes and picks you up, it doesn't matter what model it is what color it is, you can get in as long as it gets you from point A to point B. You don't really care about the type of person that to go pick up your food on a motorbike or car as long as the food gets to you. But for trucking and for logistics it's very, very different. There's, I think, 26 different permutations of truck heads and tails. And you have everything from refrigerated trucks to big container trucks to flatbed trucks. And every industry that these trucks serve has different requirements and SLA's (service level agreements). So for example, some of our shippers might demand that, in order for you to pick up from this warehouse, you have to have a hard hat, you have to have a vest and you have to have steel shoes. And so we've got to go and match supply and demand at the right place with the right truck type at the right price. And so building liquidity is just very, very different than our previous experience, and it's something that we had to learn by making a lot of mistakes. And I think we're finally getting into it. If we want to tackle a specific segment or specific route or specific truck type, here's the playbook for us to make sure that we have balance on our marketplace. If we're over-supply, we need to go and find more demand. If our demand is really strong, this is the playbook for us to add additional trucking capacity and service this demand. And so I think that's the single-most important part of our core business. And I think COVID has just made such a big dislocation in terms of supply-and-demand. And we're really trying to get our heads around: how do we solve for that?

ALAN 25:36
Fascinating. So, lot of variables to solve for. Tiger, is it possible to estimate what percentage of goods moved by truck relate to e-commerce and what impact does the growing penetration of e-commerce in logistics have on our industry?

TIGER FANG 25:51
I don't know what the total market looks like. Certainly from our platform, we see that e-commerce is the fastest growing area, especially during this time. It's a very small portion of our total business, but it certainly has a lot of legs. And obviously, we're investing in making sure that we're developing relationships with different e-commerce players as well as 3PL's. I think most of the parcels that are being delivered today for e-commerce players are done with road freight. The guys who have a lot of cross border business, then it's air freight. I really don't see any sea freight, at least domestically in Indonesia, as well as rail. I think those are a very, very small part of the total e-commerce. But we focus on the mid-mile. So we do warehouse-to-consolidation, and usually from city-to-city. And that's, again, a very small part of our business. And we have to really work with existing 3PL's to make sure that our timing and our supply matches the exact demand. I think e-commerce has a lot stricter SLA than normal FMCG B2B trucking. For some of our B2B customers, as long as the truck arrives at a certain destination, give-or-take one day, it's okay. But I think where e-commerce is at and where it's headed, you've got to make sure that your truck arrives exactly on the dot. And there's a very specific time and schedule for you to load and unload just to make sure they hit their SLA so they can make sure they are operating in the parameters of 24-hour shipping or 48-hour shipping. So when our network is still in its infancy, it's going to be really hard for us to hit that milestone and that sort of trajectory. But I'm confident that as we build it up, we will be able to.

ALAN 27:35
Interesting. What is your three year version of Nirvana for Kargo, Tiger? What world will you have created for the shipper and the transporter by, for instance, mid-2023?

TIGER FANG 27:49
I think it's really hard to put a timeline on what the world will look like. My example is, if you had asked me last year what I wanted to do in 2020, I would have said, "Hey look, I want to raise as much money as I can, and I want to really lean in to Ramadan and Lebaran, which is the festive period, and really focus on acquisition and capturing market share. Well, this Ramadan, we saw that everything basically dipped, and there was just a lot of uncertainty in the market, and the whole world was about to end. I think there's two things I really like to focus on just to make sure that we're the best in Indonesia, certainly in our sector at doing. Number one is that we're hiring the right folks and developing the team that really aligns with our vision and our culture. We have six culture values that we really broadcast, and that we really want to make sure that team that we're hiring is aligned to. My co-founder and I still interview every single person that we hire. You might have the ability or the intellectual capacity to hit our bar, but if we don't align culturally, it's going to be a "No." And then secondly is: how are we solving our customers' evergreen problems? In 100 years from now, not even three years, I think trucks will still be used in Indonesia. It might be autonomous, it might be whatever, but the shippers, and the customers that we face, will have always the same demand for us, which is how do we reduce the cost? And how do we be more reliable? How do we be more transparent? And how do we get more data to them to improve their own business? And so as long as our product roadmap, our milestones, our operational excellence is really focused on delivering those results for our customers, and delivering the best results for our customers more than anybody else, I think I'll be very satisfied. And secondly: 100 years from now, truckers on our platform are always going to be asking how do I get more jobs? How do I get more earnings? How do I make my assets a lot more utilized, how do I get more jobs and less empty miles? And how do I get paid faster so I can reinvest into my business? And I think today, we work on some of that by giving them the right job and relevant jobs at the right time, according to their preference. We also pay faster. But how do we do that at scale? And how do we do that across every single industry that needs trucking? And if we do that well, I certainly think we'll be well on our way. I think in this industry, changes don't happen overnight. So, as far as Uber and Gojek, and Grab go, all of these things have really developed in the last five years. I think in B2B, it's going to take a lot longer. And changes happen a lot slower. But again, I think this is inevitable. And the digitization of this entire industry is just a matter of when, and we think that Kargo is definitely the company to really make that change.

ALAN 30:23
This has been a super fascinating discussion, Tiger, and again, well worth the wait. I've learned a tremendous amount around what is clearly an exciting business. This concludes our 12th instalment of Indo Tekno, and thanks so much for joining us today, Tiger.

TIGER FANG 30:38
Thanks for having me on.

ALAN 30:39
The podcast was translated from English to Bahasa Indonesia by Alpha JWC Ventures. Terima kasih untuk mendengarkan. Sampai jumpa lagi.

Transcribed by https://otter.ai
Introduction
The beginning: Tiger, his Tiger Mom and an early career in finance
The pioneer: launching Uber in Western China, Rocket/Lazada in Thailand & Vietnam
The importance of "leverage": financial, technological, etc.
Growing Chengdu to Uber's largest market globally
Basic attractions and challenges of logistics in Indonesia
Sumatra, Java and Bali: the 80/20 of Indo trucking
Will Indonesia's truckers embrace innovation?
The Kargo solution: reducing a trucker's down time, improving earnings power & working capital
Kargo's secret recipe for R&D success: Tiger's co-founder
International expansion: "If you can make in Indo, you can make it anywhere"
Business disruptions as a result of COVID-19
Faster payments a godsend to truckers using Kargo platform
Industry business model is commission-based
Big data key to Kargo's "financing-as-a-service" ambitions
Biggest development objective: creating market efficiency, liquidity on the platform
The impact of growing e-commerce on logistics
Long term goals: don't compromise on hiring, leverage data to reduce costs and improve reliability & transparency
Conclusion